Goa Selarong
Goa Selarong berada di bagian selatan
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya di Desa Guwosari, Kecamatan
Pajangan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Goa ini berjarak sekitar 13 Kilometer
dengan waktu tempuh sekitar 30 menit.
Source : google maps
Terdapat beberapa alternatif cara yang
dapat kita pilih untuk menuju objek wisata Goa Selarong.
1. Dengan Kendaraan Pribadi
Cara
ini merupakan pilihan yang tepat dan sangat saya rekomendasikan. Dengan melewati
jalur Jalan Bantul Anda hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit dari pusat
kota Yogyakarta.
2. Menggunakan Angkutan Umum
Jarangnya
angkutan umum yang melintas merupakan kendala utama. Maka cara ini sangat tidak
dianjurkan dan hanya akan membuang waktu Anda.
Berikut ini adalah rute yang dapat Anda
tempuh untuk menuju Kawasan Wisata Goa Selarong melalui Terminal Giwangan
- Dari perempatan ring road terminal Giwangan belok ke kanan (barat) menuju perempatan ring road jalan Bantul
- Dari perempatan ring road jalan Bantul belok ke kiri (selatan) sampai pertigaan jalan Selarong ( jalan Bantul - jalan Selarong ).
- Dari pertigaan jalan Selarong belok ke kanan (barat) terus sampai mentok lalu belok ke kiri (selatan).
- Setelah belok kiri (selatan) langsung belok ke kanan (barat) terus sampai mentok di pertigaan.
- Dari pertigaan itu belok ke kiri (selatan) terus saja mengikuti jalan Selarong
- Kira-kira 20 menit berkendara ada papan penunjuk goa Selarong belok ke kanan. Ada patung Pangeran Diponegoro sedang naik kuda.
Jam Operasional
Goa Selarong dibuka untuk umum mulai Pukul 08.00-16.00
Harga Tiket Masuk
Harga tiket masuk sebesar Rp. 3000 dan biaya parkir Rp.2000 untuk motor dan
Rp. 3000 untuk mobil.
Sejarah
Pada tanggal 21 Juli 1825, pasukan Belanda
pimpinan asisten Residen Chevallier mengepung rumah Pangeran Diponegoro di
Tegalrejo untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Akan tetapi Pangeran Diponegoro
berhasil meloloskan diri dan menuju ke Selarong. Di tempat tersebut secara
diam-diam telah dipersiapkan untuk dijadikan markas besar. Selarong sendiri
merupakan desa strategis yang terletak di kaki bukit kapur, berjarak sekitar
enam pal (sekitar 9 km) dari kota Yogyakarta. Setelah Peristiwa di
Tegalrejo sampai ke Kraton, banyak kaum bangsawan yang meninggalkan istana dan
bergabung dengan Pangeran Diponegoro. Mereka adalah anak cucu dari Sultan
Hamengkubuwono I, II, dan III yang berjumlah tidak kurang dari 77 orang dan
ditambah pengikutnya.
Dengan demikian pada akhir Juli 1825 di Selarong
telah berkumpul bangsawan-bangsawan yang nantinya menjadi panglima dalam
pasukan Pangeran Diponegoro. Mereka adalah Pangeran Mangkubumi, Pangeran
Adinegoro, Pangeran Panular, Adiwinoto Suryodipuro, Blitar, Kyai Mojo, Pangeran
Ronggo, Ngabei Mangunharjo, dan Pangeran Surenglogo.
Pangeran Diponegoro juga memerintahkan Joyomenggolo,
Bahuyudo, dan Honggowikromo untuk memobilisasi penduduk desa sekitar Selarong
dan bersiap melakukan perang. Di tempat ini juga disusun strategi dan
langkah-langkah untuk memastikan sasaran yang akan diserang. Pada tanggal 31
Juli 1825 Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi menulis surat kepada masyarakat
Kedu agar bersiap melakukan perang. Dalam surat itu dia mengatakan bahwa sudah
saatnya Kedu kembali ke wilayah Kasultanan Yogyakarta setelah dirampas oleh
Belanda.
Di Selarong dibentuk beberapa batalyon yang
dipimpin oleh Ing Ngabei Joyokusumo, Pangeran Prabu Wiromenggolo, dan Sentot
Prawirodirjo dengan pakaian dan atribut yang berbeda. Sepanjang bulan Juli 1825
hampir seluruh pinggiran kota diduduki oleh pasukan Diponegoro. Markas besar
Pangeran Diponegoro di Selarong dipimpin oleh lima serangkai yang terdiri dari
Pangeran Diponegoro sebagai ketua markas, Pangeran Mangkubumi merupakan anggota
tertua sebagai penasehat dan pengurus rumah tangga, Pangeran Angabei Jayakusuma
sebagai panglima pengatur siasat dan penasehat di medan perang Alibasah Sentot
Prawirodirjo yang sejak kecil dididik di Istana dan setelah perang Diponegoro
bergabung dengan Pangeran Diponergoro dan Kyai Maja sebagai penasehat rohani
pasukan Pangeran Diponegoro.
Pada tanggal 7 Agustus 1825 Pasukan Diponegoro
dengan kekuatan sekitar 6.000 orang menyerbu Negara Yogyakarta dan berhasil
menguasainya. Meski demikian Pangeran Diponegoro tidak menduduki kota
Yogyakarta dan Sri Sultan HB V berhasil diselamatkan dan diamankan di Benteng
Vredeburg dengan pengawalan ketat dari Kraton.
Peristiwa 21 Juli 1825 di Yogyakarta sampai
kepada Komisaris Jenderal van Der Capellen pada tanggal 24 Juli 1825.
Selanjutnya diputuskan untuk mengangkat Lentan Jenderal H.M. De Kock sebagai
komisaris pemerintah untuk Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta yang
diberikan hak istimewa di bidang militer maupun sipil.
Berbagai upaya dilakukan oleh Jenderal De Kock
antara lain menulis surat kepada P. Diponegoro yang isinya mengajak Pangeran
Diponegoro untuk berdamai. Tetapi ajakan berunding tersebut ditolak secara
tegas oleh Pangeran Diponegoro. Dengan penolakan tersebut maka Jenderal De Kock
memerintahkan untuk menyerbu Selarong. Akan tetapi ketika pasukan Belanda tiba
di Selarong, desa itu sepi karena pasukan Pangeran Diponegoro sudah berpencar
di berbagai arah. Menurut babad, selanjutnya Pangeran Diponegoro mendirikan
markas di Dekso yang berlangsung kurang lebih 10 bulan dari tanggal 4 November
1825 sampai dengan 4 Agustus 1826.
Selama bermarkas di Selarong pasukan Belanda
telah melakukan penyerangan tiga kali Serangan pertama pada tanggal 25 Juli
1825 yang dipimpin oleh Kapten Bouwes. Serangan ini merupakan aksi perlawanan
Pangeran Diponegoro di Logorok dekat Pisangan Yogyakarta, yang mengakibatkan
215 pasukan Belanda menyerah. Serangan kedua pada bulan September 1825 di bawah
pimpinan Mayor Sellwinj dan Letnan Kolonel Achenbac dan serangan ketiga tanggal
4 November 1825. Setiap pasukan Belanda menyerang Selarong maka Pasukan
Pangeran Diponegoro menghilang di goa-goa sekitar Selarong.
Keunikan dan Keunggulan Goa Selarong
- Mengingatkan pada sejarah. Goa Selarong merupakan sumber pengetahuan akan sejarah bangsa Indonesia dalam mengalahkan Belanda khususnya perjuangan masyarakat Yogyakarta di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro.
- Adem dan sepi. Selain bisa digunakan sebagai tempat belajar sejarah, goa Selarong bisa digunakan untuk menyepi. Selain hari libur, goa Selarong jarang dikunjungi wisatawan.
- Bisa untuk berdoa. Adat istiadat yang masih menempel kuat dalam jiwa masyarakat Yogyakarta merupakan salah satu faktor mengapa digunakannya Goa Selarong sebagai tempat untuk berdoa.
- Adanya cerita mistis mengenai pintu gaib Pangeran Diponegoro.
- Terdapat air terjun dengan keindahan yang memikat mata.
Source : http://www.anekawisata.com/
Dengan berbagai daya tarik yang dimiliki oleh Goa
Selarong maka diharapkan adanya perhatian dari pemerintah untuk mengembangkan
dan mempromosikan kepada masyarakat luas mengenai keberadaan Goa Selarong yang
syarat akan nilai-niai sejarah perjuangan masyarakat Yogyakarta dalam
menghadapi penjajah untuk menuju Indonesia Merdeka pada kala itu. Kemirisan juga terjadi karena adanya coretan-coretan vandalistis di sekitar
area Goa Selarong. Saat ini wisatawan yang berkunjung ke Goa Selarong juga tak
sebanyak objek wisata lain di Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar